Tiga Malam

Ini adalah cerita supernatural yang aku alami baru - baru ini, sekitar 3 bulan yang lalu. Ukuran kamarku cukup kecil, mungkin sekitar 3 x 3 meter dengan meja didekat pintu. Kasur memanjang kearah barat mepet ke tembok sebelah utara dengan cat yang sudah usang dan mulai muncul bercak kecoklatan karena air yang merembes. Tembok sebelah utara kamar sudah retak karena gempa tahun 2006. Sampai saat ini belum sempat diperbaiki. Sebelah timur ada gantungan baju dan almari yang sudah ada sejak aku belum lahir. Jika dibuka, almari berdecit cukup keras dan bunyi getar kaca almari bisa membangunkan seluruh penghuni rumah. Kamarku cukup kecil dan berantakan, namun kamar yang paling terang diatara kamar - kamar lainnya.

Ada alasan kenapa kamarku adalah kamar yang paling terang. Awalnya, kamarku diterangi menggunakan lampu bekas milik RT yang sudah diganti. Lampu ini sekitar 20watt, sangat terang untuk ukuran kamar 3 x 3. Beberapa bulan yang lalu, saya mengganti dengan lampu 5 watt LED. Cukup redup, bahkan bisa dikatakan dibawah 5 watt karena merk lampu yang tidak jelas.

Kenapa tidak mematikan lampu saja ? Sebelumnya ini pernah aku coba, tapi tiap kali lampu benar - benar mati, tikus dan serangga macam kecoa mulai berani naik ke kasur. Mungkin karena kebiasaan jika aku tinggal keluar kota, lampu dimatikan sehingga mereka berpikir jika lampu mati, maka mereka bisa bersantai diatas kasur. Maklum bukan kamar yang hygienists. Namun jika ada sumber cahaya walaupun seberkas cahaya lilin, serangga dan tikus tidak berani naik ke kasur.

Lampu aku ganti menjadi lampu redup sekitar jam 19:00. Well, not bad. Cukup nyaman dimata, dan sepetinya tidurku akan nyenyak malam ini. Jam 00:00 aku mulai ngantuk, dan memulai ritual tidur, mungkin sekitar jam 00:30 aku sudah tertidur nyenyak dengan harapan besok pagi bangun dengan penuh semangat.

Tapi ternyata aku salah, sekitar jam 1:30 malam aku mendengar langkah kaki di kamarku, seperti orang yang mondar - mandir didekat kasurku. Awalnya aku tidur menghadap ke tembok, karena penasaran, aku membalikkan badan, mungkin ibu atau kakakku sedang mencari sesuatu dikamarku. Tapi seingatku pintu kamar biasanya aku kunci, dan tidak biasa jika keluargaku masuk kekamarku tanpa memanggil atau mengetuk pintu, terlebih pintu tertutup.

Begitu aku membalikkan badan dan membuka mata, aku bisa melihat sosok bayangan yang berdiri didepan kasurku. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena lampu yang cukup redup, hanya banyangan hitam yang melihat kearahku. Ini bukan pertama kali aku melihat hal yang seperti ini jadi saya bisa meredam rasa takut. terlebih simbah kakung pernah mengatakan bahwa ada sesuatu yang memang mengikutiku *baca cerita berikut.

Sambil menarik selimut, aku mencoba melanjutkan tidur, dan ternyata aku bisa kembali tidur dengan mengabaikan sosok didepanku. Sekitar jam 2:30 aku terbangun lagi karena suara langkah yang sama seperti sebelumnya, dan ketika membuka mata, sosok tersebut masih saja berdiri didepanku. Aku mencoba mengamati agak lama dengan berpura - pura tertidur. Aku tidak terlalu takut dengan kemunculan sosok tersebut, selama tidak ada kontak fisik baik dengan benda yang ada disekitarku, atau bahkan dengan tubuhku. Hampir 45 menit sosok tersebut diam tak bergerak, berdiri mematung, sampai akhirnya aku tak sadar tertidur sampai pagi menjelang. Setelah terbangun, ternyata benar bahwa pintu masih terkunci dari dalam. Sedikit aneh jika ada orang yang bisa masuk kemudian mengembalikan pintu dalam kondisi terkunci.



Malam kedua, aku tidur agak awal, kurang lebih jam 22:00. Aku tertidur cukup cepat karena kelelahan seharian berkerja dan berkendara 1 jam untuk pulang dari kantor ke rumah. Seperti yang ditebak, suara langkah kaki kembali terdengar sekitar tengah malam. Dan ketika aku membalikkan badan, sosok tersebut muncul kembali. Hanya berdiri diam tak bergerak sama sekali. Sosok tersebut seperti seorang lelaki umur 35 tahunan. Cukup tinggi dan badan tidak terlalu gemuk, sama seperti sosok manusia normal, ukuran yang terlalu besar untuk ukuran badan kakakku. Hanya saja wajahnya sama sekali tidak terlihat karena membelakangi lampu, dengan kondisi ruangan yang cukup redup. Sama seperti hari pertama, aku mencoba mengabaikan sosok tersebut dan kembali tertidur, sampai fajar mulai bersinar.

Malam ketiga, suara langkah kaki terdengar sekitar jam 1:00, dan sosok tersebut muncul seperti dua hari sebelumnya, berdiri seolah - olah sedang melihatku tertidur. Kali ini posisi tidurku menghadap  langsung ke sosok tersebut, mencoba memperhatikan sambil pura - pura tertidur. 10 menit masih diam tak bergerak sama sekali. aku bisa melihat siluet kepala, lengan dan badan sebatas pinggang. Selebihnya terbatas pada jangkauan penglihatan yang berusaha terlihat sedang tertidur. Hal yang mengejutkan terjadi, setelah kurang lebih 30 menit, sosok tersebut BERGERAK.

Ketika sosok tersebut mulai bergerak, rasa takut juga mulai muncul. Bagaimana jika kemudian sosok tersebut menerkamku, mengambil alih badanku, kemudian berjalan - jalan di public area tanpa baju. Bermacam imaginasi mulai memenuhi kepalaku, namun aku tetap mencoba setenang mungkin. Selama tidak ada kontak fisik, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sosok tersebut terlihat berjalan mundur ke arah pintu yang masih terlihat terkunci dari dalam, kemudian berjalan kearah almari. Sampai didepan almari, sosok tersebut menarik tuas almari dan MEMBUKA PINTU ALMARI, pintu almari BERDECIT, kaca almari bergetar, dan BENAR - BENAR TERBUKA.

WHAT THE FUCK...!!! Dalam kondisi ini saya benar - benar terkejut dan langsung terduduk diatas kasur (sebelumnya posisi tidur), tak percaya dengan apa yang ada di depan mataku. Setelah membuka pintu almari sosok tersebut berjalan cepat menembus pintu yang masih terkunci.

Aku terduduk dalam kondisi shock beberapa menit. Sampai akhirnya aku buka pintu kamarku dan menyalakan lampu ruang tengah, dimana cahaya lampu ruang tengah bisa masuk ke kamarku. Dengan adanya cahaya lampu ruang tengah, kamarku cukup terang. Cukup untuk setidaknya menenangkan diri dan memutuskan untuk kembali tidur.

Sorenya selepas kerja, kamarku kembali menggunakan lampu terang benderang bekas lampu RT, cukup untuk menerangi satu RT mungkin. Entah kenapa ketika lampu cukup terang, sosok tersebut tak mau muncul kembali. Paling tidak, aku bisa tidur nyenyak walaupun harus menutup muka dengan bantal karena cukup silau.
 

Alasan Mengapa Aku Jarang Nonton Bola

Dulu aku adalah penggemar Juventus. Idola pertama aku adalah Del Pierro. Pernah pula jam 03:00 pagi hari aku pergi ke rumah Pakdhe hanya untuk menonton pertandingan team idola karena TV di rumah sedang rusak. Tiap sore dulu aku sering ikut sepak bola dengan desa tetangga,atau sekedar melihat. Sewaktu SD kelas 5 aku masih ingat hampir setiap sore nonton pertandingan voli di dekat rumah simbah. 17-an tak lupa menjadi supporter aktif semasa SMP, jujur tidak pernah menjadi pemain team dusun karena aku tidak pernah ikut kegiatan kepemudaan, bahkan jarang ada yang mengenalku karena aku harus merantau selepas SMP.

Tetapi, aku seperti terlahir untuk menghadapi kekalahan. Setiap kali menonton pertandingan, tentu kita biasa menjagokan salah satu team dengan harapan kemenangan. Anehnya, hampir 90% team yang aku jagokan berahir dengan kekalahan. Bahkan Juventus haru keluar dari Serie A. Hal ini juga berlaku pada pertandingan yang aku saksikan didunia nyata, sepak bola antar dusun, voli, olimpiade, dsb. Bukankah cukup menyakitkan jika harus menyaksikan team yang kita dukung mengalami kekalahan.





Sampai pada titik aku mulai menyalahkan diriku atas kekalahan team idola. Mungkin, jika aku tak mendukung mereka, mengacuhkan mereka, mungkin mereka akan menang. Mungkin aku hanya pembawa sial bagi mereka. Aku pernah berbohong mendukung team yang tidak aku suka dengan harapan team idola menang, tapi tetap saja team yang aku dukung dalam hati harus mengalami kekalahan.

Sejak SMK kelas 2, saya mulai menjauh dari melihat pertandingan live, lebih suka langsung membaca berita esok harinya. Paling tidak, aku pura - pura tidak peduli dengan harapan team menang. Kekalahan adalah hal yang wajar. Kekalahan yang terus - menerus semakin lama terasa semakin aneh.

Copyright © / Candra Aditama

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger